Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 13 Agustus 2017

Tag: , ,

Dirgahayu



AGUSTUS merupakan bulan yang penuh makna buat saya. Di bulan ini, Republik ini merayakan hari Kemerdekaan ke-72 yang nilai sakralnya masih tetap ada, meski saya mengetahuinya lewat sejarah dan cerita dari orang tua.
Di bulan ini juga Tuhan menganugerahkan buah hati tercinta kepada saya melalui proses yang istimewa dengan mengasah kesabaran. Bayi prematur itu kini tumbuh menjadi balita tiga tahun yang cerdas dan semoga Allah selalu melindungi dan memberikan kesehatan serta keselamatan, amin.
Masih di Agustus ini juga, Lampung Post merayakan milad ke-43. Lembaga pers yang tidak lagi muda itu telah banyak memberi saya wawasan dan pengalaman dalam banyak hal.
Teringat ketika di Agustus 1994, saya menerima surat dari PT Masa Kini Mandiri yang diantar oleh Pak Bakri, karyawan Lampung Postyang kini sudah pensiun. Saya diminta untuk datang wawancara di kantor Lampung Post, Jalan A Yani No.7, Tanjungkarang, Bandar Lampung, di lantai dua.
Agak ragu menerima surat tersebut, tetapi saya memenuhi panggilannya buat wawancara dan dinyatakan lulus. Lalu, di bulan berikutnya saya mengikuti training jurnalistik selama satu bulan penuh yang dibimbing langsung Syamsul B Nasution, selaku Redaktur Pelaksana Lampung Post saat itu.
Awalnya, saya belum menemukan chemistry di dunia pers ini karena banyak anggapan miring dan ingin menyudahinya. Sampai akhirnya Bang Syamsul bilang kalau saya mengundurkan diri, berarti kalah sebelum berperang. Mendapat tantangan itu, saya tergoda untuk membuktikannya, menjadi jurnalis yang tidak seperti stigma banyak orang, bahwa pers itu pemeras dan hanya mencari kesalahan semata.
Di markas A Yani yang tidak begitu luas dengan ruang yang di sekat-sekat, antara redaktur dan reporter, saya digembleng disiplin, datang pagi pukul 08.00 untuk proyeksi pagi, hunting menemui narasumber atau memantau peristiwa, kembali ke kantor untuk mengetik hasil liputan dengan menggunakan mesin tik secara bergantian.
Pada masa itu, komputer hanya ada sekitar 8 unit, itu pun milik para redaktur. Usai mengetik tidak langsung pulang, tetapi menunggu hasil tulisan kita dikonten oleh redaktur hingga malam hari. Kalau masih ada kekurangan pun harus dibenahi, termasuk menemui kembali narasumber.
Di sini saya belajar harus gigih dan tahan banting. Kenangan itu masih melekat di benak saya, sampai akhirnya Lampung Post pindah markas ke Jalan Soekarno-Hatta No.108, Rajabasa, pada tahun 2000, kantor yang lebih besar dengan komputer lengkap dan mesin cetak yang juga berkapasitas besar.
Selama perjalanan menjadi seorang jurnalis, saya banyak ditempa untuk terus belajar dan belajar mengenai banyak hal. Sebab, jurnalis dituntut untuk mengetahui banyak hal meskipun tidak harus ekspert di semua bidang. Disiplin dengan waktu karena diburu deadline, atau berita tidak akan naik siar.
Hal yang membanggakan adalah ketika hasil karya jurnalis mampu memberikan informasi bermanfaat kepada masyarakat. Kritik yang ditulis bukan untuk menyudutkan salah satu pihak, melainkan sebagai bagian dari fungsi pengawasan pers agar segala sesuatunya berjalan sesuai koridor yang berlaku, dan itu memang menjadi pakem Lampung Post.
Lampung Post juga mempertahankan martabat sebagai media pers yang bisa dipercaya masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini pun diganjar dengan perolehan beragam penghargaan, mulai dari Kantor Bahasa hingga yang baru saja diterima dari lembaga survei, yakni menjadi media yang paling electable.
Semoga saja di usianya yang ke-43 ini Lampung Post tetap menjadi media yang mampu memberikan pencerahan dan mencerdaskan pembacanya juga masyarakat luas, serta membanggakan bagi karyawannya. Dirgahayu.***

Sumber: Lampost.co

About Unknown

Hi, My Name is Hafeez. I am a webdesigner, blogspot developer and UI designer. I am a certified Themeforest top contributor and popular at JavaScript engineers. We have a team of professinal programmers, developers work together and make unique blogger templates.

0 komentar:

Posting Komentar